SUWUNG SEJATI – SEJATINYA SUWUNG
Posted in MAKRIFAT SUWUNGHampir empat puluh enam tahun dia bertapa di Alas Ketangga, kini dia telah datang dengan membaca pencerahan. Inilah catatan pendakian spiritual KI SUWUNG BUWONO setelah mencari SUWUNG SEJATI.
Menurut Ki Suwung, keadaan jiwa atau hati yang telah mendapatkan wahyu atau ilham biasa dianalogikan dengan menerima CAHAYA. “Wahyu atau kata-kata Tuhan diungkapkan ke dalam bahasa manusia dengan kata CAHAYA. Sebab wahyu itu sendiri (an sich) tidak bisa diungkapkan dengan bahasa manusia. Wahyu adalah bahasa Tuhan, yang berbeda dengan bahasa manusia. Namun wahyu alias ilham bisa dipahami oleh orang yang menerimanya, bahkan hewan dan alam pun mampu memahami bahasa Tuhan” katanya menerangkan.
IHLAM menurut Ki Suwung bisa ditafsirkan sebagai: DISUSUPKANNYA KEDALAM HATI YANG MAMPU MENANGKAP VIBRASI/GETARAN YANG DAPAT DIPERGUNAKAN UNTUK MEMBEDAKAN ANTARA YANG SESAT DAN YANG PETUNJUK, dan mungkin hal ini di jaman kita sekarang ini dikenal dengan istilah MATA HATI.
Tibalah Ki Suwung menceriterakan akhir perjalanan spiritualnya. “Mohon maaf bila saya terpaksa harus menjabarkan ILMU MA’RIFAT, yaitu ilmu untuk mengenal dzat, sifat dan perbuatan Tuhan. Selain ilmu, hendaknya melakukan KOMUNIKASI KEPADA TUHAN SERTA PASRAH DIRI SECARA TOTAL. Kepasrahan adalah menggantungkan sikap jiwa untuk patuh kepada Tuhan dengan segenap tata cara ngelmu dan laku yang telah ditentukan, agar kita mendapatkan cahaya keimanan yang lebih dalam..” ujarnya kalem.
Tidak biasa Ki Suwung berkata kata serius seperti pagi ini. Dia biasanya begejekan, suka gojeg dan sesekali biasanya dia membeberkan ilmu kawicaksanan dengan mesam-mesem. Namun kali ini, dia lain. Dia terlihat sangat serius. Matanya sesekali melihat ke langit. Mungkin menunggu petunjuk Tuhan agar dia tidak salah ucap. Berikut wawancara antara saya dengan Ki Suwung:
WONG ALUS: Kenapa Tuhan memberikan perimpamaan petunjuk itu dengan dzat cahaya, kok tidak dengan air, tanah atau yang lain?
KI SUWUNG: “Sebab Tuhan paham sifat-sifat cahaya. Cahaya itu bersemayam di dalam HATI ORANG-ORANG YANG TERPILIH DAN DIKEHENDAKI-NYA. Dengan cahaya itu Tuhan membimbing dan menuntun hati agar mampu memahami ayat-ayat Tuhan serta nasehat-nasehat Tuhan. Tuhan-lah yang akan ‘menghantar’ jiwa kita melayang menemui-Nya dan yang akan menunjukkan ‘jalan ruhani’ kita untuk melihat-Nya secara ‘nyata’. Dengan ‘cahaya-Nya’, kita bisa membedakan petunjuk dari syetan atau dari Tuhan swt. Sehingga kita diharapkan untuk selalu bersungguh-sungguh berjalan di jalan Tuhan, sehingga Dia akan memberi cahaya kepada manusia yang menuju jalan-jalan Tuhan, yaitu jalan kebenaran.
WONG ALUS: Lantas apa syarat untuk mendapatkan cahaya petunjuk?
KI SUWUNG: hendaknya kita melakukan perbuatan yang diwajibkan dan dianjurkan-Nya, terus menerus mengingat-Nya secara kontinyu baik berdiri, duduk, maupun berbaring jiwa selalu terjaga. Sebab didalam setiap perilaku itu sejatinya selalu berhadapan dengan Tuhan.Dan akhirnya Tuhan menyambut ingatan kita, dengan sambutan kasih sayang serta memberinya cahaya penerang bagi hatinya yang merelakan dan membuka untuk menerima Tuhan sebagai junjungannya, dengan ditandai rasa tenang yang luar biasa.
WONG ALUS: Saya masih kurang jelas tentang perjalanan rohani yang katanya penuh dengan hambatan, apa saja hambatan untuk bertemu Tuhan?.
KI SUWUNG: Dalam agama, hambatan ini kerap ditunjuk dengan istilah HIJAB. Istilah ini muncul setelah orang mulai serius mendalami pengetahuan tentang TATA CARA MENGENAL TUHAN dengan segala cara ibadah sampainya seseorang kepada tingkat IKHLAS. Yaitu ORANG YANG BENAR-BENAR BERADA DALAM KEADAAN RELA DAN MENERIMA TUHAN SEBAGAI TUHANNYA SECARA TRANSENDEN.
Hijab adalah tirai penghalang lajunya JIWA menuju SANG PENCIPTA. Penghalang itu adalah kabut yang menutupi MATA HATI, sehingga hati tidak mampu melihat kebenaran yang datang dari Tuhan. CAHAYA TUHAN tidak bisa ditangkap dengan pasti. Dengan demikian manusia akan selalu berada dalam keragu-raguan atau was-was. Karena ketertutupan atau terhijabnya kita atas keberadaan Tuhan disebabkan kebodohan dan sangkaan akan Tuhan yang keliru.
WONG ALUS: Jadi hati merupakan pusat dari segala keburukan juga ya?
KI SUWUNG: Benar, hati memang pusat kemunafikan, kemusyrikan, dan merupakan pusat dari apa yang membuat seorang manusia menjadi manusiawi. Dan pusat ini merupakan tempat dimana mereka bertemu dengan Tuhannya. Merupakan janji Tuhan saat fitrah manusia menanyakan dimanakah Tuhan? Lalu, Tuhan menyatakan diri-Nya berada SANGAT DEKAT. Pertanyaan tentang keberadaan Tuhan sering kali kita mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, bahkan kita mendapatkan cemoohan sebagai orang yang terlalu mengada-ada. Padahal, menanyakan keberadaan Tuhan adalah merupakan pertanyaan dasar manusia.
Didalam kitab suci disebutkan bahwa keberadaan Tuhan sebagai wujud yang sangat dekat. Jawaban atas pertanyaan dimanakah Tuhan diungkap dengan jawaban secara DIMENSIONAL. Jawaban-jawaban tersebut tidak sebatas itu, akan tetapi dilihat dari perspektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu terlontar “dimanakah Tuhan “, Tuhan menjawab “….Aku ini dekat “, kemudian jawaban meningkat sampai kepada “Aku lebih dekat dari urat leher kalian…atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku ….dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu.”
Keempat jawaban tersebut menunjukkan bahwa TUHAN TIDAK BISA DILIHAT HANYA DARI SATU DIMENSI SAJA, AKAN TETAPI TUHAN MERUPAKAN KESEMPURNAAN WUJUD-NYA
Sangat jelas sekali bahwa Tuhan menyebut dirinya “AKU” BERADA MELIPUTI SEGALA SESUATU, dan DIMANA SAJA ENGKAU MENGHADAP DISITU WAJAH-KU BERADA!!! Kalau kita perhatikan jawaban Tuhan, begitu lugas dan tidak merahasiakan sama sekali akan wujud-Nya.
WONG ALUS: Ya, sangat sepakat Ki, namun bagi saya Tuhan masih sulit saya pahami. Mohon pencerahan…
KI SUWUNG: Ilmu Tuhan memang tidak mudah. Karena kesederhanaan Tuhan ini sudah dirusak oleh anggapan bahwa Tuhan sangat jauh. Dan kita hanya bisa membicarakan Tuhan nanti di alam surga. Untuk mengembalikan prasangka kepada pemahaman yang benar kita hendaknya memperhatikan peringatan Tuhan, bahwa Tuhan tidak bisa disetarakan dengan makhluq-Nya.
Tuhan sebagai wujud sejati biasanya ditafsirkan dengan sifat-sifat Nya yang meliputi segala sesuatu. Akan tetapi kalau Tuhan ditafsirkan dengan sifat-sifat-Nya, yang meliputi segala sesuatu akan timbul pertanyaan, kepada apanya kita menyembah? Apakah kepada ilmunya, kepada kekuasaan-Nya atau kepada wujud-Nya? Kalau dijawab dengan kekuasan-Nya atau dengan ilmu-Nya maka akan bertentangan dengan kehendak Tuhan
Sebab manusia diperintahkan menghadapkan wajahnya kepada wajah Dzat yang Maha Mutlak. Sekaligus menghapus pernyataan selama ini yang justru menjauhkan pengetahuan kita tentang dzat, kita menjadi takut kalau membicarakan dzat, padahal kita akan menuju kepada pribadi. TUHAN, BUKAN NAMA, BUKAN SIFAT DAN BUKAN PERBUATAN TUHAN. KITA AKAN BERSIMPUH DIHADAPAN SOSOK-NYA YANG SANGAT DEKAT.
WONG ALUS: Berarti hubungan antara dzat, sifat, nama dan perbuatan Tuhan itu erat ya Ki, mohon penjelasan?
KI SUWUNG: Pemikiran tentang Tuhan pasti menyinggung hubungan antara dzat, sifat, dan perbuatan Tuhan. Diterangkan bahwa dzat meliputi sifat. Sifat menyertai nama. Nama menandai perbuatan. Hubungan-hubungan ini bisa diumpamakan seperti madu dengan rasa manisnya, pasti tidak dapat dipisahkan. Sifat menyertai nama, ibarat matahari dengan sinarnya, pasti tidak bisa dipisahkan. Nama menandai perbuatan, seumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti segala tingkah laku yang bercermin, bayangannya pasti mengikutinya. Perbuatan menjadi wahana dzat, seperti samudra dengan ombaknya, keadaan ombak pasti mengikuti perintah samudra.
Uraian di atas menjelaskan, betapa eratnya hubungan antara dzat, sifat, nama dan perbuatan Tuhan. Hubungan antara dzat, dan sifat ditamsilkan laksana hubungan antara madu dan rasa manisnya. Meskipun pengertian sifat bisa dibedakan dengan dzat namun keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
WONG ALUS: Kalimat Tuhan meliputi segala sesuatu adalah kesempurnaan ..dzat , sifat, asma, dan perbuatan. Sebab kalau hanya disebut sifatnya saja yang meliputi segala sesuatu, lantas ada pertanyan, sifat itu bergantung kepada apa atau siapa ?
KI SUWUNG: Ya, jelas akan bergantung kepada pribadi (Aku) yang memiliki sifat. Kemudian kalau sifat yang meliputi segala sesuatu, kepada siapakah kita menghadap? Kepada Dzat atau sifat Tuhan. Kalau sifat Tuhan sebagai obyek ibadah kita, maka kita telah tersesat, sebab sifat, asma dan perbuatan Tuhan bukanlah sosok dzat yang Maha Mutlak itu sendiri. Semua selain Tuhan adalah AKIBAT ADANYA DZAT. Seperti adanya alam, adanya malaikat, adanya jin dan manusia. Semua ada karena adanya DZAT YANG MAHA AWAL. Seperti perumpamaan madu dan manisnya, sifat manis tidak akan ada kalau madu itu tidak ada. Dan sifat manis itu bukanlah madu. Sebaliknya madu bukanlah sifat manis. Artinya sifat manis tergantung kepada adanya “madu”. Apakah Dzat itu, … seperti apa? Apakah ada orang yang mampu menjabarkan keadaannya ?
Singkat kata, dualitas berkaitan dengan sifat diskursus manusia tentang Tuhan. Untuk bisa memahami Tuhan, kita harus mengerti keterbatasan-keterbatasan konsepsi kita sendiri, karena menurut perspektif ketakperbandingan tak ada yang bisa mengenal Tuhan kecuali Tuhan sendiri. Karena itu kita punya pengertian tentang Tuhan, TUHAN KONSEPSI SAYA DAN “TUHAN” KONSEPSI HAKIKI, YANG BERADA JAUH DILUAR KONSEPSI SAYA. Tuhan yang dibicarakan selalu berkaitan dengan Tuhan dalam “konsepsi saya”. Konsepsi Dzat yang hakiki tidak bisa kita fahami, baik oleh saya maupun Anda. Karena itu kita tidak bisa berbicara tentangnya secara bermakna. bagaimana kita bisa memahami tentang Dia, sedang kata-kata yang ada hanya melemparkan kita keluar dari seluruh konsepsi manusia. Seperti, Dia yang Awal dan yang akhir, Dia yang tampak dan yang tersembunyi, cahaya-Nya tidak di timur dan tidak di barat, tidak laki-laki dan tidak tidak perempuan, tidak serupa dengan ciptaan-Nya.
Kenyataan Tuhan tidak bisa dikenal dan diketahui berasal dari penegasan dasar bahwa DIA tidak sama dengan sesuatu. Karena tuhan secara mutlak dan tak terbatas benar-benar Dzat maha tinggi, sementara kosmos berikut segala isinya hanya bersifat RELATIF maka realitas Tuhan berada jauh diluar pemahaman realitas makhluk. Dzat yang maha mutlak tidak bisa dijangkau oleh yang relatif. Kita dan kosmos (alam) berhubungan dengan Tuhan melalui sifat-sifat-Nya yang menampakkan jejak-jejak dan tanda-tandanya dalam eksistensi kosmos. Kita tidak bisa mengenal dan mengetahui Tuhan dalam dirinya sendiri, tetapi hanya sejauh Tuhan mengungkapkan diri-Nya melalui kosmos (sifat, nama, perbuatan). Sifat, nama, dan perbuatan, secara relatif bisa dirasakan dan difahami MAKNANYA. Akan tetapi DZAT adalah realitas mutlak. Dan untuk memahami secara hakiki harus mampu MENIADAKAN ATAU MEMFANAKAN DIRI, … yaitu memahami bahwa KEBERADAAN MAKHLUK BERSIFAT TIADA.
WONG ALUS: ada gambaran yang sederhana Ki, saya sangat bingung?
KI SUWUNG: Ketika kita melihat kereta api berjalan diatas rel, terbetik dibenak kita suatu pertanyaan. Bagaimana roda-roda yang berat itu bisa bergerak dan lari. Tak lama kemudian kita akan sampai kepada pemikiran tetang alat-alat dan mesin-mesin itulah yang menggerakkan roda yang berat itu. Adakah setelah itu kita dibenarkan jika berpendapat bahwa alat kereta itu sendiri yang menggerakkan kereta tersebut. Perkaranya tidak semudah itu, sebab kita tidak boleh mengabaikan bahwa disana ada masinis yang mengendalikan mesin. Kemudian ada insinyur yang menciptakan rancangan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, maka pada hakekatnya tak ada wujud bagi kereta itu, dan tidaklah mungkin terjadi gerakan dan perputaran pada roda-roda tanpa kerja insinyur. Mesin-mesin itu bukanlah akhir dari cerita sebuah kereta api, akan tetapi hakikat yang paling akhir adalah akal yang telah mengadakan mesin itu, kemudian menggerakkan menurut rencana yang telah dipersiapkan.
Mengikuti ilustrasi realitas kereta api, mulai dari gerbong yang digerakkan oleh roda-roda, kemudian roda-roda digerakkan oleh mesin, mesin digerakkan oleh masinis, dan semua itu direncanakan, oleh yang menciptakan yaitu insinyur. Pertanyaan terakhir adalah : “Mungkinkah roda-roda, mesin, dan alat-alat kereta api itu mampu melihat yang menciptakan?” Jawabannya adalah insinyur itu sendiri yang mengetahui akan dirinya, sebab kereta api dan insinyur berbeda keadaan dan bukan perbandingan. Realitas instrumen kereta api tidak ada satupun yang serupa jika dibandingkan dengan keadaan realitas insinyur. Kemudian mengetahui keadaan realitas kereta api dari awal sampai akhir, merupakan kefanaan atau penafian bahwa realitas kereta api adalah ciptaan semata.
Realitas bahwa Dzat tuhan tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu berlaku sampai di akhirat kelak. Walaupun Tuhan sendiri mengatakan bahwa manusia di alam surga akan melihat realitas Tuhan secara nyata atas eksistensi Tuhan, bukan berarti kita melihat dengan perbandingan pikiran manusia. Yang dimaksud melihat secara hak disini adalah kesadaran jiwa muthmainnah yang telah lepas dari ikatan alam atau kosmos.
WONG ALUS: Inikah yang disebut SUWUNG?
KI SUWUNG: Ya, atau biasa disebut FANA keadaan ini manusia dan alam seperti keadaan sebelum diciptakan yaitu keadaan masih kosong awang uwung atau SUWUNG kecuali DIA sendiri yang ada. Tidak ada yang mengetahui keadaan ini kecuali Tuhan sendiri.
Keadaan awal tidak ada yang wujud selain Tuhan, tidak ada ruang, tidak ada waktu, tidak ada alam apapun yang tercipta. Ada yang menarik dalam peristiwa “pertemuan” nabi Musa dengan Tuhan dulu. Itulah keadaan SUWUNG manusia dan alam. Yakni keadaan hancur luluh lantak keadaan gunung Thursina dan keadaan Musa EKSTASE jatuh PINGSAN. Setelah gunung itu hancur dan Musa-pun jatuh pingsan, TIDAK SATUPUN YANG TERLINTAS REALITAS APAPUN DIDALAM PERASAN MUSA DAN FIKIRANNYA, KECUALI IA TIDAK TAHU APA-APA. Yaitu realitas konsepsi manusia dan alam tidak ada (fana). Dalam keadaan inilah Musa melihat realita Tuhan, bahwa benar Tuhan tidak bisa dibandingkan oleh sesuatu apapun. Kemudian Musa kembali sadar memasuki realitas dirinya sebagai manusia dan alam. Musa berkata :aku orang yang pertama-tama beriman..dan percaya bahwa Tuhan tidak seperti konsepsi “saya”. Setelah kita mengetahui dan faham akan Dzat, sifat, dan perbuatan Tuhan, teranglah fikiran dan batin kita, sehingga secara gamblang kedudukan kita dan Tuhan menjadi jelas, yaitu yang hakiki dan yang bukan hakiki. Terbukalah mata kita dari ketidaktahuan akan Dzat. Ketidaktahuan inilah yang saya maksudkan dengan tertutupnya hijab, sehingga perlu disadarkan oleh kita sendiri dan kemudian mengenal-Nya (ma’rifat)
WONG ALUS: berarti prasangka terhadap Dia merupakan hijab ya ki?
KI SUWUNG: Begitulah kenyataannya. Tiada sesuatu benda yang MENUTUPI engkau dari Tuhan, tetapi yang menghijab engkau adalah PERSANGKAANMU ADANYA SESUATU DISAMPING TUHAN, sebab segala sesuatu selain dari Tuhan itu pada hakikatnya tidak ada sebab yang wajib ada hanya Tuhan, sedang yang lainnya terserah kepada belas kasihan Tuhan untuk diadakan atau ditiadakan.
Seorang arif berkata : Semua makhluk ini bagaikan adanya bayangan pohon di dalam air. Maka ia tidak akan menhalangi jalannya perahu. Maka hakikat yang sebenarnya tiada sesuatu benda apapun disamping Tuhan untuk menutupi pandanganmu dari Tuhan. Hanya engkau sendiri mengira bayangan itu sebagai Tuhan. Ibarat seseorang yang bermalam disuatu tempat, tiba-tiba pada malam hari ketika ia akan buang air, terdengar suara angin yang menderu masuk lobang sehingga persis sama dengan suara harimau, maka ia tidak berani keluar. Tiba pada pagi hari ia tidak melihat bekas-bekas harimau, maka ia tahu bahwa itu hanya tekanan angin yang masuk ke lobang, bukan tertahan oleh harimau, hanya karena perkiraan adanya harimau.
Pertanyaan demi pertanyaan timbul dari ketidaktahuan (hijab), kenyataaan bahwa Tuhan sangat dekat tertutup oleh kebodohan ilmu kita selama ini. Tuhan seakan jauh diluar sana sehingga kita tidak merasakan kehadiran-Nya yang terus menerus berada dalam kehidupan kita. Dari keterangan diatas menyimpulkan bahwa kita ternyata telah salah kaprah mengartikan sosok dzat selama ini, yang kita sangka adalah konsepsi “saya”, bukan konsepsi hakiki, yaitu wujud yang tak terbandingkan oleh perasaan, pikiran , mata hati, dan seterusnya. TUHAN KITA ADALAH TUHANNYA MUSA, … TUHANNYA IBRAHIM, … TUHANNYA ISA, TUHANNYA MUHAMMAD, TUHAN KITA SEMUA … YAITU YANG MAHA TAK TERJANGKAU OLEH APAPUN.
WONG ALUS: Wah, penjelasan Panjenengan sangat gamblang namun sangat sulit saya pahami ki. Saya hanya bisa merekam dalam tape recorder yang saya bawa ini. Mudah-mudahan nanti bila saya tuliskan di blog tidak salah tafsir. Ada pesan ki?
KI SUWUNG: Semoga atas ijin-Nya. Saya hanya berpesan kini saatnya kita KONSENTRASI kepada DZAT…bukan kepada SIFAT: Sembahlah AKU …, sehingga SUWUNGLAH DIRI DAN ALAM SEMESTA. Setelah kita mengetahui dan mengenal Tuhan secara ilmu, maka semakin mudahlah kita untuk memulai berkomunikasi dan berjalan menuju kepada-Nya. KITA TELAH MEYAKINI BAHWA KITA AKAN KEMBALI KEPADA-NYA SEKARANG. TIDAK BESOK LUSA ATAU KAPAN-KAPAN….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar