Bab 8
MENGERJAKAN MENCARI TENTANG KETUHANAN
(KASUNYATAN – JAWA)
Keterangan tentang pekerjaan (perbuatan amal) terhadap ilmu Allah, itu tidak berbelit-belit karena ilmu Allah itu kenyataan yang keluar dari dalam hati (Qalbu), itu harus diolah melalui batin (Qalbu), harus bisa meneliti apa yanng keluar dari batin (Qalbu) itu yang benar atau yang salah, yang cocok dengan tata lahir apa belum. Orang tidak harus menerus olah batin saja, bisa menyebabkan lemahnya jasmani karena tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, jasmani lemah pasti jiwanya lemah.
Melaksakan terhadap kasunyatan (kenyataan) itu macam-macam dan aslinyapun beda-beda. Oleh sebab itu menjalani (melaksanakan) harus memilih yang cocok dan mudah.
Di dunia ke Islaman ada kata zakat, artinya sifat memberi, pekerjaan itu melatih keikhlasan dangan memebri zakat tidak bisa dikatakan Alim, belum cukup semuanya, harus melatih bahwa orang tidak merasakan mencari harta dan memiliki karena semua itu pemberian Allah.
Walaupun sedekah atau zakat itu perbuatan baik yang utama walapun tidak dipaksa tidak ingin menanti mendapat balasan ataupun tidak takut ketinggalan kepercayaan Islam. Dengan pekerjaan tadi harus disesuaikan keadaan kita, kalau keadaan kita memang tidak punya, pemberian tadi mengakibatkan tidak Ikhlas, karena hanya mencari pujian, pekerjaan itu sama dengan bunuh diri.
Kemudian pekerjaan untuk memberi (sedekah) yang benar harus mengetahui keadaan diri sendiri, cukup atau belum, lebih baik lebih kebutuhan baru zakat (infak), jadi Infak/zakat tadi baru bisa Ikhlas sempurna benar atau halal dalam agama Islam. Jadi memberi pertolongan itu bukan harta saja tetapi tenaga, pikiran dan harta benda dan harus dihitung kemana harus diberikan. Yang punya ilmu batinnya harus jujur, tidak menipu diri sendiri (dusta), contoh; kita bertamu, lalu ditanyai “sudah makan atau belum”, menjawab “belum” kok malu, menjawab “sudah” perut merasa lapar, itu namanya membohongi diri sendiri, hasilnya menyiksa diri sendiri, pekerjaan seperti itu lahir dan batin pasti tidak bersatu, jadi watak itu harus disingkirkan bagi penuntut ilmu Hakikat, jadi harus jujur, bagitupun kalau lapar sekali tidak boleh minta, itu menandakan kekurangan kekuatan kita (orang yang lemah), tidak tahu malu, jadi kita bisa berusaha mencari nafkah untuk kebutuhan kita. Kita haris bertindak jujur luar dalam (lahir batin) mengendalikan nafsu dan menghargai orang lain (umat Allah) dan jangan meremahkan orang lain, harus mengoreksi diri, pekerjaan tadi disebut Mudjahadah dan Rijadlah (bahasa arab), para Syari’at Islam hakum agama yang menganut tanpa pamrih. Penghalang hidup ada 2 yang dibutuhkan, satu batin dan yang kedua modal lahir (jasmani), penghalang batin ada 5 macam, yaitu :
1. Memuaskan hawa nafsu;
2. Mencari kesenangan menurut kemauan;
3. Mengerjakan kejahatan;
4. Mengerjakan watak dusta;
5. menuruti pekerjaan memfitnah dan menganiaya orang.
Penghalang lahir ada 5 macam, yaitu :
1. Pekerjaan cerobah (asal kerja);
2. menjalani yang tidak benar;
3. Watak kejam;
4. Malas acuh tak acuh;
5. malas Berpuasa, Sembahyang.
Karena semua tadi membuktikan perbuatan setiap hari, para siswa harus pandai berusaha supaya bisa berhasi tadi penghalang-penghalang atau watak yang tidak baik sedikit demi sedikit, dan yang lurus dari penghalang-penghalang tadi orang bisa bahagia (tentram hidupnya) lebih baik lagi kalau bisa menjalani puasanya hidup dan zakatnya.
Menurut buku Hidayat jati seperti;
1. Kuasanya badan mengendalikan diri (anoraga-jawa), tekun dengan pekerjaannya, artinya segala perbuatan lemah lembut, segala pekerjaan harus disesuaikan tempatnya, melatih diri dengan baik (anoraga-jawa). Bicara besar yang tidak bisa membuktikan, maka akibatnya dibenci orang lain.
2. Budi atau pikiran, tapa atau kuasanya menerima apa adanya dan zakatnya sepi dari sangkaan yang menyelakakan orang lain itu tidak baik. Kata pikiran atau Budi sumbernya pekerjaan lahir yang tidak baik, jadi walaupun kita memngucapkan kata-kata harus kita teliti terlebih dahulu, karena Budi dan pikiran adalah gurunya lahir (jasmani). Jika Budi atau pikiran itu kita biarkan saja akibatnya tidak baik. Para penempuh Ma’rifat (kasunyatan-jawa), budi yang baik membuahkan yang baik dan menambah ilmu. Kalau kita mengingat tentang sifat 20, batin kita lalu mendapat petunjuk batin, jadi sedikit demi sedikit diteliti setiap saat sehingga menjadi kebisaaan dan menjadi kebaikan lahir dan batin. Puasa apa adanya berarti bukan mencari sedekah atau pemeberian orang lain, artinya tidak menyesal barang yang sudah hilang dan harus hidup sederhana, dan jangan hidup tamak dan serekah. Mencari rezeki jangan lupa diri sehingga merusak diri dan melatih diri mencari rezeki yang halal dan yang berkah. Terhadap penuntut ilmu kebatinan harus mengalahkan penghalangnya pikiran, itu dinamakan bisa mengendalikan nafsu, bisa melatih sedikit demi sedikit lama-lama terbisaa.
3. Nafsu puasa Ikhlas, zakatnya sabar terhadap cobaan dan memaafkan kesalahan. Ke Ikhlasan itu satu-satunya jalan untuk memerangi nafsu macam-macam, rela memberikan apa saja untuk melatih pikiran kurang Ikhlas. Sabar cobaan Billahi (sial), Billahi kecelakaan itu datangnya tidak kita ketahui, umpama terkena benda tajam, terjatuh, dilanggar, itu semua datangnya tida-tiba, bagaimana bisa sabar jika Billahi datangnya tidak tahu kapan, karena cobaan atau kecelakaan itu tidak tahu datangnya, jadi jangan jera, jangan takut, jangan membatasi karena semua itu kecelakaan, sudah ditakdirkan yang Maha Pencipta. Orang kecil (lemah) batinnya mengerjakan apa saja pasti pikir-pikir dulu untung ruginya dan tidak mau mengerjakan apa-apa, sabar tadi bagi orang yang kuat batinnya itu ridak takut kepada susah payah melaksanakan pekerjaan apa saja karena percaya dengan kekuatan diri sendiri mengakibatkan tercapainya tujuan. Karena semua pekerjaan terdorong oleh nafsu menginginkan dipuja orang, nafsu sering sekali unggul, rela kalau belum tercapai tujuannya ,umpama tidak rela, lalu marah. Untuk menghilangkan marah-marah tadi kita harus melatih ke Ikhlasan, jadi harus menghilangkan nafsu ingin dipuji, perbuatan itu bisa menguatkan Budi (Qalbu), jadi tidak mudah dipengaruhi oleh apapun sebab sudah mengetahui baik buruknya. Seumpama ada orang yang memukul anak kita, lalu kita pukul anak orang itu berarti membangkitkan kemarahan orang lain, alhasil pukul-pukulan menjadi ramai, labih baik kita melapor kepada yang berwajib, sebab semua itu ada hukumnya,
4. Nyawa, puasanya jujur, tidak perduli dengan isu-isu, menghina terhadap orang yang belajar ilmu batin (Ma’rifat), kata nyawa itu sulit betul karena nyawa (roh) tandanya hidup, karena hamba Allah semua memiliki nyawa. Kata jujur itu mengenai kejiwaan, artinya lepas dari rasa tidak enak, kalau perbuatan batin jujur, tidqak mau menipu diri sendiri, contoh; dibatin ingin melihat komedi, tiba-tiba datang tamu, lalu kita menyambutnya, bagi orang jujur tidak mau menipu diri sendiri tetapi berangkat menonton komedi. Untuk sopan santun kita menghormati tamu dulu, lalu berangkat menonton komedi, itu namanya tidak menipu diri sendiri. Pekerjaan jujur disiplin itu berat sekali karena sesuatu pekerjaan itu harus sesuai dengan batinnya, maka kita mengetahui bahwa batin kita kuat tidak bisa terpengaruh, contoh; sewaktu kita berjalan berduaan dengan sahabat, batin kita mengatakan orang ini mau meminta uang, tidak salah lagi kawan itu minta ongkos pulang, itu namanya pekerjaan batin seolah-olah kita bisa membaca pikiran orang.
Perjalanan-perjalanan itu tadi yang dimiliki para Hakikat, maka Hakikat itu Semadhinya (tapa) Jiwa. Kalau selalu mengawasi batin kita (pikiran) sampai hafal, lama-lama bisa mendapat ilham (waskita-Jawa) kehendak batin (krentek-Jawa) pasti cocok jiwa dan jasmani menjadi satu, hasilnya jiwa bisa mengendalikan jasmani, jasmani itu adalah lengkap pikiran dan nafsu, contohnya begini : pada hari sore waktunya minum kopi, kebetulan kopi dan gula habis, uangpun tidak punya, batinnya mengatakan yang perlu minum kopikan perut dan mulut, kalau mau diperintah pasti datang sendiri, lalu datanglah tamu yang tidak diundang membawa gula dan kopi. Pekerjaan yang jujur dan disiplin lahir batin membuahkan hasil jasmani dan rohani, sama merasakan kebutuhannya, pokoknya apa yang dibutuhkan barangnya ada, itu sebabnya karena apa?, tidak lain kehendak batin tumbuh suci, jujur dan patuh menjalaninya, itupun kehendak Allah, lihat Qur’an surat At-Takwir : 29 ;
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”
Begitu jalannya zakat , amal, nyawa, amal perbuatan dan pekerjaan, tidak ingin tahu, iri hati, itu jikasalah menerimanya menjdai murka, membunuh, membuat kekerasan dan lain-lain.
Dasar ukuran umum; siapa yang mengerjakan kejahatan pasti dihukum, hukumnya batin harus dipelajari dulu, apa sebabnya membunuh, umpama pikiran yang tidak dikendalikan bisa menyebabkan berbuat kekerasan seketika, pikiran yang jelek perbuatan juga jelek. Kata sok ingin tahu, iri hati itu hanya menyiksa diri sendiri (batin kita).
Menjawab contoh diatas; “sebab memukul”, karena digertak (dimarah) karena perbuatan salah, maka jika perbuatan yang salah, pikiran akan menjadi jelek. Umumnya sebelum dikerjakan pasti di batin sudah memerintahkan (mengajak).
Bagi para orang-orang yang menempuh kasunyatan (Ma’rifat), yang memerintah tadi harus disingkirkan. Peraturan-peraturan dan perbuatan adalah zakat (mengamalkan ilmunya), intisarinya tidak iri hati dan tidak sok ingin tahu (pikiran jelek).
Karena itu tapanya orang Hakikat, lalu belajar menyepi atau tidak ada apa-apa hanya Ikhlas, Insya Allah akan mendapat kekkuatan dari Allah yang tidak pernah dimiliki.
Rahsa (rasa) tapanya baik hati, zakatnya berhenti mengeluh (analansa-Jawa), itu sebenarnya tapanya ahli Ma’rifat dan tercapai kalau sudah mengamalkan tingkatan 1 (Syari’at) sampai 4 (Ma’rifat) seperti diatas, itu hanya sebutan (kata-kata saja), kenyataannya yan merasakan mencapai (Ma’rifat).
Keterangan orang yang berbudi serta benar, dapat dipercaya dan ditiru apa yang dikatakan (ucapannya), dan sering menasehati dan memberi penerangan kapada masyarakat. Jadi Budi baik karena orang yang sudah mencapai Ma’rifat; apa yang dikatakan adalah kata-kata Allah, apa yang dikehendaki adalah kehendak Allah, sebab yang paling utama sifatnya Allah yang tidak mengenal tempat, siapa saja diberi watak luhur, bijaksana, yang terpenting mau menjalani tapa dan zakat seperti tercatat diatas, yaitu Syari’at samapai Mari’fat tadi.
Apa sebab mendapat sifat luhur, agung, bimbingan, kasih sayang-Nya dan lain-lain; karena sudah keluar dari Kijab, pemeberantas nafsu keinginan yang terdapat pada tingkatan 1 sampai 4 diatas.
Sugi Ronggo Warsito (Almarhum) mau memberi petunjuk begini; karena mudah sekali, asal mau menjalani seperti Almarhum (Ki Ronggo) seperti yang disebutkan pada tingkatan 1 sampai 4; apa yang kamu inginkan datang, apa yang diminta ada, lalu begini; Ki Rongga Warsito tadi sudah diberi (memiliki) sifat yang tertera di Al-Qur’an surat At-Takwir : 29 diatas; paranormal, kekebalan, kekayaan dan lain-lain, itu semua tercapainya hanya puasa, artinya berpuasa dan menjalankan No.1 sampai No.4 diatas. Oleh karena kekuasaan Dat itu tidak didalam saja, maka untuk perantaraan melatih harus bisa mengendalikan atau mengatur alat-alat Indra yang diluar (panca indra).
Umpama ;
1. Mata puasanya mengurangi tidur, puasanya jangan melihat yang menimbulkan membangunkan nafsu keinginan, namanya puasanya tidur.
2. Telinga puasanya menahan hawa nafsu, zakatnya menahan suara yang jelek, berkelahi, adu mulut, ejek mengejek, namanya puasa tuli.
3. Hidung puasanya menahan minum, zakatnya malas mencari kesalahan orang lain, kata minum (mencium-cium) sama dengan mencari-cari arah baunya, menyebabkan dibenci orang lain, hidung itu alat untuk memilih, walaupun si mata tidak melihat barangnya, kalau hidung bisa mencium apa barangnya. Di hidung jalannya Bilahi (kecelakaan), artinya kalau kurang mengerti (kurang hati-hati) bisa marah-marah, karena penghalang hidung bau, bau bangkai. Kalau tidak bisa menahan si mulut, maka mulut berkata “bau bangkai”, jadi dimana-mana tempat harus menjauhi barang (bau) itu. Orang yang ceroboh umumnya memakan apa saja, memegang apa saja pasti dicium, kalau racun dicium mengakibatkan mati seketika. Begitupun terhadap penuntut ilmu, jangan sampai mengakibatkan bocoran, mengakibatkan pecahnya benteng (rahasia), jadi jangan ikut campur urusan orang lain. Umpama dimintai pendapat, kerjakan saja, jangan menambahi persoalan. Mencari kesalahan orang lain hasilnya merasa tahu, pikirannya ingin dipuji, sebab pikiran dan ucapannya ingin dipercaya. Bagi yang menjalani Ma’rifat memastikan orang lain, itu larangan besar, menyebabkan tinggi diri (membanggakan diri) karena belum pasti benar.
4. Mulut (ucapan) puasanya makan, zakatnya tidak boleh memberitakan orang lain. Kalau ingin keterangan yang luas, baca tentang keterangan puasa; tentang memfitnah, cerita yang tidak benar, itu jangan dikerjakan.
5. Parji (kemaluan) puasanya menahan Syahwat, zakatnya tidak boleh berbuat zinah. Selingkuh menyebabkan kerusakan jasmani, adalagi keterangan pada Bab Semadhi, Yogha dan lain-lain.
Itu semua jalannya untuk membuang pembatas (warono-jawa) antara hamba dengan Allah. pekerjaan umum (salah tetapi banyak kawan / salah kaprah – jawa), hanya ditujukan pada batin saja, hasilnya buta ilmu tidak mengetahui, karena yang harus dikerjakan bisaa saja, seperti sebelum puasa; makan dan minum, jalan-jalan, jangan berlebihan. Keterangan itu semua sumbernya dari keterangan No.1 samapi No.4 diatas tadi, sebab diluar bisa menjalankan, tetapi batinnya belum bisa, sama dengan tanpa hasil (karena batin gurunya lahir). Bersambung…………….
IHTIKAT YANG BERMACAM-MACAM BAB : NUR MUHAMMAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar