Rabu, 11 November 2009

MUNGKIN INI HAKIKAT IKHLAS

Posted in HAKIKAT IKHLAS

Salah satu tabir yang menutupi hati kita untuk mampu merasakan getaran cahaya Petunjuk Tuhan adalah ketidakikhlasan. Sebaliknya, bila kita mampu untuk ikhlas berarti terbukalah salah satu hijab dan kemudian insyaallah kita mampu untuk merasakan getaran petunjuk cahaya Keikhlasan-Nya juga. Keuntungan ikhlas yang lain sebagai hadiah dari-Nya jelas banyak. Salah satunya adalah mampu meraba iradat-Nya.

Kisahnya sederhana. Hari Senin kemarin, tanpa diduga sebelumnya tiba-tiba mendadak kami diperintahkan untuk ke Bandung, Jawa Barat untuk sebuah tugas. Sebenarnya kami mampu untuk menolak tugas tersebut karena sifatnya bukan wajib melainkan pilihan. Entah karena apa, kami pun berniat belajar ikhlas saja ditugaskan tanpa embel-embel apapun. Ikhlas ya ikhlas, nggak punya harapan apa-apa.

Menurut penilaian para teman, kami tergolong wong manutan yang tidak punya keberanian untuk menolak permintaan orang lain. Padahal bila menuruti permintaan tugas pergi ke Bandung tersebut, pasti akan kelelahan apalagi tanpa imbalan. Padahal, di hati ini berkata: apa salahnya untuk melaksanakan sesuatu yang bisa menjadi ganjal agar orang lain tidak kecapekan? Biarlah kami saja yang bermandikan keringat daripada orang lain.

Ingat prinsip Rabiah Adawiyah, sufi agung perempuan yang tersirat dalam doanya: “Ya Allah, jadikan tubuhku besar hingga memenuhi neraka agar para saudaraku sesama manusia tidak ada yang masuk neraka”. Ini adalah makna keikhlasan untuk berkorban agar sesamanya tidak celaka. Biarlah diri menjadi bemper agar orang lain selamat…. Apakah pikiran kami seperti Rabiah? Nggak tahu, semoga saja begitu. Hehehe…

Dalam manajemen modern, pikiran seperti ini pasti dianggap tidak efisien dan efektif. Apalagi dilihat dari sisi ekonomis: ini pikirannya wong mlarat dan bila dipertahankan mungkin sampai kapanpun tidak bisa kaya karena tidak menguntungkan. Mungkin saja..

Singkatnya, kami pun akhirnya tetap memutuskan berangkat dan tiba di terminal Bungurasih pukul 4 sore. Sebelumnya, kami disarankan untuk naik bis “Pahala Kencana” karena konon lebih cepat, lebih nyaman dan lebih “selamat.” Meskipun tiketnya lebih mahal dibanding yang lain.

Di depan petugas penjualan tiket, sayang kursi bis sudah penuh penumpang dan hanya menyisakan satu kursi cadangan di pinggir sopir. Oleh petugas penjualan tiket, kami disarankan untuk menunggu bis “Pahala Kencana” yang lain.

Belum sempat memutuskan apapun, dari tempat kami berdiri tampak bis “Bandung Express” yang masih kosong melompong menunggu penumpang. Bis ini konon tidak begitu disuka karena berkelas rakyat bawah sehingga pasti terasa kurang nyaman bagi mereka yang alergi dengan hal-hal yang berbau rakyat.

Ide pun muncul untuk naik bis berwarna putih tersebut. Kami membeli tiket dan masuk ke kendaraan itu. Itung-itung belajar ikhlas untuk naik bis yang kurang bagus. Meskipun resikonya jelas; kurang nyaman, kurang bersih, dan kurang-kurang yang lain…

Hebatnya, bis ini murah meriah harga tiketnya dibanding bis elite satunya tadi. Jumlah penumpang “Bandung Express” saat itu hanya ada delapan. Kursi lain kosong melompong. Dengan delapan penumpang wong cilik tersebut, bis berangkat meninggalkan Surabaya. Sementara bis “Pahala Kencana” sudah terlebih dulu berangkat dengan jeda waktu sekitar satu jam dibanding bis butut yang akhirnya kami tumpangi.

Singkatnya, sore berganti pagi. Bis memasuki kawasan Sumedang…. Eh, di pinggir jalan kami lihat bis “Pahala Kencana” berhenti. Kelihatan kru bis sedang memperbaiki mesin dan para penumpangnya ada yang keluar bis duduk di pinggir jalan, ada pula yang masih berada di dalam bis menunggu. Ya, bis elite itu rusak. Sementara bis butut yang kami naiki malah mulus meluncur Surabaya-Bandung dengan selamat dan tidak kurang apapun. Lebih cepat lagi hehe…Alhamdulillah.

Perjalanan bis menuju Bandung adalah analogi yang baik bagaimana sesungguhnya menuju tujuan hidup. Marilah kita renungkan, kira-kira apa sih tingkat puncak kenikmatan dari hidup? Pelan menjalani proses di dalam hidup seperti bis “Bandung Express” meskipun onderdil dan bentuk bis (Ibadah dan niat compang camping) tapi tetap berada di jalan yang benar atau pengin cepat-cepat sampai tujuan hidup namun akhirnya malah macet karena sopirnya ulan-ugalan bahkan fatal tidak sampai tujuan seperti bis “Pahala Kencana” tadi?

Begitu pula dengan ibadah. Mana yang kita pilih… jumlah atau frekuensi ibadah yang banyak namun malah justeru yang timbul kebosanan dan bahkan akhirnya pengingkaran dari tujuan ibadah, ataukah sedikit pelan namun ikhlas dan sesuai dengan tujuan ibadah yaitu bentuk simbolik pengabdian tulus dan total pada-Nya?

Benarlah Rabiah Adawiyah. Katanya; dia beribadah bukan berharap surga dan bukan pula takut neraka. Ya, kita beribadah bukan mengharapkan itu. Bahkan jika surga dan neraka tak pernah ada, pasti kita tetap sujud pada-Nya.

Satu hal yang bisa digarisbawahi, bahwa dalam melakoni garis, tata cara dan jalan kehendak Tuhan (agama/kepercayaan/yang lain) terletak pada tujuan murni yang hendak dicapai. Dalam setiap tindak tanduk keseharian kita, semua berjalan dalam rangka pengabdian ibadah. Dan semuanya diikat kembali dengan tali keikhlasan.

Perintah tentang ibadah dalam kitab suci jelas terangkai dengan kata ikhlas. Dan sebagai motivasi, beribadah perlu dilanjutkan dengan berinovasi dalam amal. Beribadah seolah melihat Gusti Allah, sekiranya pun kita masih belum mampu merasakan bahwa Dia melihat kita, boleh juga memantapkan keyakinan bahwa Dia akan melihat apa yang kita kerjakan.

Di sinilah peran ikhlas tersebut. Ikhlas bukan pasrah negatif, tapi ikhlas adalah tujuan tanpa batas kemakhlukan yang sarat kebendaan. Sebab objek yang dituju adalah Sang Maha Ikhlas. Ia yang transenden tak dapat terlihat tapi bisa dirasakan, berarti setiap langkah usaha yang dibuat, harus terus akan berjalan dengan dalih keberadaan-Nya. Selama masih ada kesempatan hidup, maka inovasi harus ada. Biarlah semua hanya Gusti Allah yang menilai usaha kita.

Berbuatlah tanpa embel-embel dibelakang. Tujuannya, bukan untuk dipuji, jadi kaya, terhormat, dapat kekuasaan, jabatan atau lainnya. Arahkan selalu tujuan hanya kepada Gusti Sang Maha Tunggal. Kita pasti tidak akan mengeluh, bosan, jenuh dan sebagainya. Justru, jika tujuan itu berhasil keridhaan-Nya sudah dijamin.

Mungkin ini hakikat ikhlas. Bukan ikhlas yang ateis. Bukan pula ikhlas yang absurd.


JANGAN MENGABDI PADA HARTA BENDA

Posted in WEWARAH

Gesang ing ndonya pirantosipun brana, nanging sampun mangeran, wujudipun kerem, yen kerem memalangi.

Mangka tetepipun saking Khaq, wonten ing Sanubari.

Mangke angsal tuntunan saking Allah pribadi alelantaran Rasa Suci, inggih Khaqiqi, inggih Dewa Ruci wonten salebeting rasa gaib.
Junun iku ayem tentrem wujudipun, iku kang prayoga, amamardi Ngelmu Suci.
Kukuming tiyang Iman ingkang teguh santosa, mung siji mripatipun nuju mring Allah.

Lara penak tumraping wong kang sumarah kudu dilakoni, iku warahing para Nabi. Lakonira iya mangkana, lakune luwih sangsara katimbang sira.

Mung Allah kang den kawulani, nadyan tekan pati, Nabi kuna ora wigah-wigih. Mung pasrah jia raga mring Gusti. Sumarah iku warising Nabi.
Ja lali mungguhing umat, yen sira antuk Sihing Gusti, ywa rumangsa punjul, kudu rumangsa kawula, ingkang tansah enget idheping Hyang Mahaagung, rumangsa yen kapurba ngawaki ngaras ing Gusti.

Mila makaten Karsa Allah ingkang dipun karsakaken Imanipun sampun luwar saking hawanapsu. Manawi sampun mboten kaiket badhe gampil ngidhep ing Allah. Mila sakselaning pandamelan lerem, kendel ngantos sumarah.

Cak-cakanipun kaliyan lenggahan, tileman, jumeneng, kenging. Perlu lajeng saged kulina lerem. Yen sampun kulina lerem, lajeng dumugi Jinem, mboten gampil kagodha.

Wajibe kang lugu amung mujud ing Rasa Suci, eling yen kapardi ngarseng Hyang Mahaagung, manut sakrehira, aja kongsi susah yen binabar suci, mung pasraha kewala.

Marma kudu emut, lamun ana krenteging ati kang rumangsa bisa mulang tuwin muruk, iku pangajaking Ati Batal, kang tetep aran egois.
Marmanira yen kurang satiti, sok keplantrang ngaku dwija tama, bisa mulang sabarang reh, ing lahir batin putus, mumpuni saliring gaib, iku Drubiksa nyata Bataling Ati Setan lugu.

Sarating Khaq rujukira tentreming manah mung sungkem ing Allah.
Rujuke ana ngilmu aja nglakoni nistip, aja srakah, aja kerep nepsu, ora kena sira uja, iki pepalang.

Dhudhuking Khaq neng Sanubari, hawanapsu ora ana yen wus lenggah neng Sanubari. Anane mung kari Iman ngawula ngarseng Hyang Widdi.
###

Artinya:

Hidup di dunia sarananya adalah harta benda, tetapi jangan sampai mengabdi, wujudnya tenggelam di dalam harta benda, apabila tenggelam menjadi penghalang.
Khaq tetap berada di dalam Sanubari.
Akan menerima Bimbingan dari Allah SWT sendiri dengan perantaraan Rasa Suci, atau Khaqiqi, atau Dewa Ruci di dalam rasa gaib.
Junun itu berwujud tenang tenteram, itu yang baik untuk menjalani Ilmu Suci.
Hukum orang beriman yang teguh sentosa hanya satu matanya selalu tertuju kepada Allah.
Menderita dan Senang bagi orang yang telah berserah diri kepada Allah SWT haruslah dijalani, itu petunjuk dari para Nabi. Kehidupan para Nabi juga demikian itu, hidup mereka lebih sengsara daripada engkau. Hanya Allah saja yang mereka abdi, walaupun sampai mati mereka tidak gentar menjalaninya. Hanya berserah diri total hanya kepada Allah saja. Sumarah itu warisan dari para Nabi.
Janganlah sampai engkau semua lupa, apabila menerima Kasih Allah SWT, jangan sampai merasa lebih dari umat lain atau sesama, haruslah tetap merasa bahwa dirimu adalah abdi, yang harus selalu tetap ingat akan menghadapmu kepada Hyang Mahaagung, merasa bahwa selalu berada di dalam Kuasa Allah SWT selalu menjalani menghadap di hadapan Allah SWT.
Yang dikehendaki Allah SWT itu orang yang Imannya sudah lepas dari hawa nafsu. Apabila sudah tidak terikat akan sangat mudah menghadap kepada Allah SWT.

Maka sebaiknya di antara sela-sela bekerja tenang, diam sampai sumarah berserah diri total kepada Allah SWT . Pelaksanaannya dengan sambil duduk-duduk, sambil tiduran, berdiri, dapat saja.

Penting sekali dapat membiasakan diri tenang. Apabila sudah terbiasa tenang, lalu sampai ke berserah diri total hanya kepada Allah SWT saja, tidak akan mudah digodha.

Yang penting haruslah hanya berwujud di dalamRasa Suci, selalu ingat bahwa selalu di hadapan Allah yang Mahaagung, selalu taat akan semua Perintah dan Kehendak-Nya, jangan sampai merasa susah apabila sedang disucikan oleh Allah SWT, hanya berserah dirilah saja kepada-Nya.

Haruslah selalu ingat bahwa apabila sewaktu-waktu ada gerak di dalam hati merasa dapat memberikan pelajaran dan petunjuk, itu adalah gerak dari Hati Setan atau Hati Batal, yang selalu tetap egois sifatnya.

Apabila kurang teliti, sering mengaku sebagai Sang Mahaguru, dapat mengajarkan semua ilmu lahir dan batin sempurna, sempurna menguasai segala yang gaib, itu Hati Setan atau Hati Batal.

Sarat untuk dapat menjalankan hubungan dengan Khaq adalah tenteramnya hati hanya bersujud di hadapan Allah SWT

Supaya dapat menjalani Ilmu dengan baik janganlah sampai berbuat yang menyimpang dari Jalan Allah, janganlah serakah, jangfanlah sering marah-marah, janganlah semua itu engkau turuti saja, itu semua adalah penghalang.

Tempatnya Khaq adalah di dalam Sanubari,hawanafsu sudah tidak ada apabila sudah berada di dalam Sanubari. Adanya hanya Iman kepada Allah SWT mengabdi hanya kepada Allah SWT saja.

(wewarah dari Raden Ngabehi Soekinohartono)

###

Tidak ada komentar:

Posting Komentar