Rabu, 18 November 2009

THE MYSTERIOUS DAY

MARILAH KITA SEMUA SEBAGAI RAKYAT JELATA LEBIH ELING DAN WASPADA
SEMAKIN MEMBANGUN ERATNYA TALI PERSAHABATAN DAN PERSAUDARAAN

Negeri ini tengah dilanda gelombang angkara murka, kemunafikan, oleh ulah para durjana yang kebetulan duduk sebagai penguasa, penegak hukum, dan orang yang mewakili rakyatnya. Entah yang beredok buaya, tikus, tokek, bulus, ular, harimau, cicak. Toh semua pemain sandiwara, para akrobator politik, para praktisi kebusukan akan segera sembunyikan diri di balik hiruk pikuknya gelombang bencana. Tapi jangan merasa aman dulu, luput dari pembalasan hukum alam saat ini, kesengsaraan setelah ajal sudah menanti dengan pasti.

September puncak bencana, yang dibuka dengan gempa Jawa Barat pada hari Rabu Pon tanggal 2 September 2009 kurang lebih pukul 14.55 WIB, dan ditutup oleh gempa Sumatera Barat pada hari Rabu Legi tanggal 30 September 2009 antara pukul 17.15 waktu Padang/16,55 waktu Jakarta/16.45 waktu Jateng-DIY/18.15 WIT/19.15 WITim. Puncak bencana tak hanya dilihat dari skala kerusakannya, namun juga jumlah korban jiwa yang berjatuhan. Benar, puncak bencana pada tahun ini sudah berlalu, tetapi kita masih tetap harus lebih waspada, lebih banyak bersyukur, agar selalu eling sangkan paraning dumadi. Sebab sepertinya tanda-tanda bahasa alam ingin menyampaikan pesan kepada bangsa ini, bahwa masih ada sekali lagi yang (lebih) besar. Bila secara geologi dan geografi memprediksi terjadi di wilayah Sumbar lagi, walau lebih besar tentu saja saat ini kondisinya lebih menguntungkan, di mana banyak rumah dan tenda-tenda darurat yang justru tidak membahayakan bila sewaktu-waktu terjadi gempa lagi. Yah, itulah prinsip keadilan alam semesta, di bawah kendali yang berasal dari sumber dari segala sumber energi pengendali. Bila harus mengulang, mudah-mudahan tak ada lagi korban nyawa dan penderitaan masyarakat, saudara-saudara kita di wilayah Sumatera Barat.

Bulan puncak bencana telah berlalu, kita tetap tak boleh lengah, tetap konsisten untuk selalu mengaktifkan “radar” kita, dengan cara bersikap eling dan waspada. Hawa panas, bahkan teramat panas, kali ini saya baru merasakan hawa paling panas sepanjang hidup saya. Tidak hanya di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, tetapi hampir di seluruh wilayah nusantara, terutama Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu. Hawa panas justru terasa berkurang di hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Hawa panas tersebut sangat terasa berbeda dengan gejala akan terjadi gempa . Jika akan terjadi gempa hawa panas tidak menimbulkan keringat, tetapi terasa menyengat seperti cabe menempel dikulit, terasa sekali terutama di tengkuk, daun telinga dan kulit wajah, dengan disertai udara yang tiba-tiba menjadi sangat pengap terasa sesak di dada. Energi bumi pun terasa mendorong dari bawah dan menghantam bagian pantat (cakra dasar).

Tetapi saat ini, hawa panas sudah terasa sebagai panasnya bebendu, tidak hanya pengap, juga memproduksi air keringat yang semakin banyak, sangat beda dengan hawa akan terjadi gempa yang tidak membuat keringat keluar. Malah terasa seperti ada tusukan-tusukan lembut, yang kadang membuat gatal (pating clekit). Membuat radang lobang hidung, polip mengembang pesat, dan hawa panas terkadang mengandung bau-bauan aneh yang tidak wajar. Suhu terasa naik turun dengan irama yang sangat acak, dengan tempo yang singkat. Hal ini membuat sebagian orang tak tahan, jatuh sakit dan berpengaruh pada emosi yang sangat labil, mudah stress, dan ego semakin memuncak. Inilah kelanjutan dari September puncak bencana.

LEBIH WASPADA DAN HATI-HATI

Meskipun hawa panas kali ini memiliki karakter yang berbeda, tetapi terkadang masih terselip hawa panas cirikhas akan terjadi gempa bumi. Nah, inilah yang semakin membuat tanda tanya besar. Lalu apalagi yang akan terjadi. Apakah selain gempa, akan ada bentuk lain dari bencana alam ? Seperti tradisi geografis yang memprediksi datangnya hujan dan awan. Semalaman tadi, Selasa malam-Rabu Pon 11-11-09, adalah suatu peristiwa. Peristiwa ini sudah 3 kali saya saksikan tampak adanya hubungan korelatif, dan saat inilah peristiwa (tanda-tanda) yang ke empat kalinya. Sehingga saya cukup untuk mengambil kesimpulan silogisme sementara jika ada A makan akan terjadi B. “peristiwa” atau “acara” tadi malam sekaligus sebagai pertanda akan ADA LAGI banyak nyawa yang menjadi “banten”, atau “tumbal” negeri ini, dalam waktu yg relatif tidak lama. Walaupun orang-orang yang menjadi tumbal, biasanya justru tidak sengsara “di-sana” tetapi tetap saja merupakan kejadian yang memilukan bagi keluarga dan masyarakat yang masih hidup. Jika di lihat skala besarnya “acara” tadi malam, tampaknya akan banyak sekali korban nyawa berjatuhan, mungkin tidak hanya ratusan, bahkan mungkin ribuan jumlahnya. Masih dalam rangka seleksi alam, dengan berputarnya sang cakra manggilingan, memutar roda hukum alam, termasuk hukum-hukum berkah dan bebendu. Yah, pertanda dalam bahasa alam, tidak lain merupakan prinsip keadilan Tuhan, kebijaksanaan alam, agar semua hukum alam berjalan secara “fairplay”. Untuk itu sebelumnya pasti selalu digelar bahasa isyarat berupa tanda-tanda alam dalam relung Sastra Jendra, agar dapat dibaca dan menjadi pepeling (peringatan) bagi banyak orang, agar supaya lebih hati-hati, eling dan waspada. Binatangpun yang tak kenal agama, dengan arif dan bijak mampu “membaca” bahasa alam ini, sehingga “naluri” binatang mampu “weruh sadurunge winarah”, maka binatang bisa berjaga-jaga sebelum suatu bahaya datang dengan gerak sangat cepat.

Akhir kalimat, tulisan ini bukan bertujuan untuk membuat takut, bukan pula untuk menghasut karena tak ada pihak yang dihasut, bukan juga untuk provokasi karena bukan berurusan dengan mobilisasi massa. Apalagi bentuk terorisme mental, toh setiap detik dan menit di manapun kita SUDAH selalu menghadapi resiko alias bahaya. Tulisan ini hanya sekedar mengajak rekan-rekan, sahabat, para sanak kadhang, para sedulur, para pembaca yang budiman di manapun berada, agar senantiasa kita menjadi manusia yang lolos seleksi alam. Bukankah setiap kesulitan, bencana, penderitaan, selalu menyisakan celah sekalipun sempit, agar makhluk hidup bisa mengambilnya sebagai jalan keluar mencari keselamatan ??!! Ibarat kita mengepalkan jari tangan erat-erat, tetap menyisakan celah walaupun sangat sempit. Semoga para pembaca yang budiman, seluruh seddulur NKRI, siapapun, agama apapun, di manapun, suku apapun, bahasa apapun selalu dalam celah-celah keselamatan, ketenangan, ketenteraman, kebahagiaan, dengan penuh berkah Gusti Ingkang Murbeng Gesang. Salam karaharjan, wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan beja kang teka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar